Senin, 12 Agustus 2019

190813. Dua kisah Nyata. Konsisten hingga Akhir. Menggantungkan Hidup

Kisah Nyata Pertama:

Konsisten dan Percaya Diri hingga Akhir.

  Dalam sebuah ajang pencarian bakat bergengsi, Swiss Got Talent, salah satu pesertanya adalah Corinne Sutter, seorang seniman karikatur. Untuk beberapa saat ia mulai melukis sebuah lukisan yang sangat tidak jelas bentuknya sehingga membuat para juri mulai bosan. 

Setelah menunggu beberapa saat, Suzanne Kunz pun langsung menekan tombol merah tanda bahwa ia tidak menyukai hasil pertunjukkan Corinne. Kemudian Bligg juga menekan tombol merah disusul Jonny Fischer dan tidak lama kemudian Gilbert Gress juga menekan tombol merah, artinya Corinne harus berhenti. 

  Beberapa detik kemudian Corinne selesai mencoret-coret kanvas itu dan membaliknya. Setelah itu ia pun menabur bubuk putih ke atas lukisan yang tidak jelas itu. 

Dan ternyata tampaklah sebuah lukisan yang sangat indah. Sorak pujian dari para penonton dan para juri memenuhi ruangan itu. Para juri pada akhirnya meminta maaf yang sedalam-dalamnya bahkan beberapa juri memeluknya. Mereka mengakui kesalahannya karena terlalu tergesa-gesa dalam memberikan penilaian.

  Dari peristiwa di atas kita   belajar 2 hal. 
Pertama, jangan bertindak gegabah atau terlalu tergesa-gesa. Terlalu cepat bertindak hanya akan merugikan diri sendiri dan kemungkinan besar membuat kita salah mengambil keputusan. 
Kedua, jangan mudah menyerah. Sikap Corinne patut diacungi jempol. Sekalipun keempat lampu dari juri telah menunjukkan tanda ia harus berhenti, namun ia tetap melakukan tugasnya hingga selesai. Apa pun dan bagaimana pun orang menilai diri kita, yang terpenting adalah bahwa kita harus memercayai kemampuan diri kita sendiri. Jika orang tidak mampu menghargai proses yang sedang kita kerjakan, maka kejutkanlah mereka dengan hasilnya. 
Tuhan memberkati.


Kisah Nyata kedua:

Menggantungkan Hidup 

  Bertahun-tahun silam di Monterey, California, timbul suatu krisis ekonomi. Sebelum krisis ekonomi terjadi, Monterey selama ini merupakan firdaus bagi burung pelikan, karena setelah membersihkan ikan-ikan mereka, para nelayan setempat melemparkan isi perut ikan-ikan tersebut kepada pelikan-pelikan itu. Burung-burung itu tanpa perlu bersusah payah dapat makan kenyang akibat pemberian secara gratis dari para nelayan setempat. Akibatnya segera saja burung-burung pelikan itu menjadi gemuk dan malas. 

  Begitu krisis ekonomi datang melanda Monterey, maka para nelayan pun  dengan segala macam cara berupaya untuk keluar dari kesulitan ekonomi yang terjadi. Mereka berusaha mencari dan menemukan cara-cara baru untuk menghasilkan uang lebih. Setelah beberapa waktu, akhirnya para nelayan menjual isi perut ikan kepada pedagang yang membutuhkan.

 Kini pelikan-pelikan itu tidak lagi memeroleh makanan berupa isi perut ikan secara gratis. Namun burung-burung itu tidak berusaha untuk mencari makan sendiri. Mereka hanya menunggu dan menunggu.

 Akhirnya banyak dari burung pelikan itu yang mati kelaparan. Tampaknya akibat bermanja-manja selama ini, burung-burung pelikan itu sudah lupa bagaimana caranya mencari ikan sendiri, dan mereka mati karena menggantungkan nasin mereka pada bantuan orang lain. 

Bagaimana dengan kita? 
Apakah kita juga terlalu menggantungkan nasib atau hidup kita pada orang lain? 
Jangan terlalu menggantungkan diri pada pertolongan orang lain, karena tidak ada seorangpun yang dapat memperbaiki hidup kita jika kita tidak mau berusaha untuk melakukannya.
 Tuhan memberkati.

 (Dod).

Sumber: 
Kencan Dengan Tuhan.
12-13 Agustus 2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar