Selasa, 15 Februari 2022

2202161. Valentine adalah salah satu kesempatan untuk bertanya dan melakukan yang dibutuhkan dari pasangan.

*Valentine adalah salah satu kesempatan untuk bertanya dan melakukan yang dibutuhkan dari pasangan untuk membuat PERNIKAHAN BAHAGIA?*


Ana, ibu saya, seorang yang sangat baik, sejak kecil saya melihatnya selalu bangun dini hari, memasak bubur untuk ayah karena lambung ayah kurang baik dan memasak nasi untuk anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.

Setiap selesai makan malam, ibu selalu menyikat panci supaya tidak ada noda sedikitpun dan membersihkan rumah agar tidak berdebu. Bgi saya, Ibu adalah seorang wanita yang sangat rajin.

Namun, di mata Yos (ayah saya), ibu bukan pasangannya yang baik. Seringkali ayah menyatakan kesepian dalam perkawinan, tapi saya tidak memahaminya...

Yos, ayah saya adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab, tidak merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan, setiap hari berangkat kerja tepat waktu dan saat libur ayah punya waktu untuk mengantar kami ke sekolah, seringkali menemani belajar dan mendorong anak-anaknya untuk berprestasi dalam pelajaran, menjaga, melindungi dan mendidik kami.

Hanya saja, di mata ibu, Yos (ayah saya) bukan pasangan yang baik, seringkali saya melihat ibu menangis terisak secara diam-diam. Saya melihat dan mendengar ketidakberdayaan dalam perkawinan ayah dan ibu, sekaligus merasakan betapa baiknya mereka dan seharusnya mereka layak mendapat perkawinan yang bahagia.

Seringkali saya bertanya pada diri sendiri, *"Dua orang yang benar-benar baik, mengapa perkawinan mereka kurang bahagia?"*

Setelah dewasa, akhirnya saya menikah dan perlahan-lahan saya mengetahui jawaban itu...

Diawal perkawinan, saya seperti ibu, berusaha menjaga keutuhan keluarga, rajin bekerja dan mengatur rumah dengan sungguh2 berusaha memelihara perkawinan sendiri. Beberapa bulan berlalu, kami seringkali bertengkar, saya tidak merasa bahagia dan suamiku sepertinya juga tidak bahagia. Saya merenung, mungkin rumah kurang bersih, masakan tidak enak, lalu dengan giat saya membersihkan rumah dan memasak dengan sepenuh hati. Tapi kami berdua tetap merasa tidak bahagia. 

Hingga suatu hari, ketika saya sedang sibuk membersihkan rumah, suami saya berkata, "Ling, kemari, temani aku sebentar mendengar alunan musik kesukaan kita!" 

Dengan wajah tidak senang saya berkata, "RomApa tidak melihat saya sedang sibuk, rumah belum dibersihkan?" Begitu kalimat ini terucap, saya pun terdiam, merasa kalimat ini seringkali ada didalam perkawinan ayah dan Ibu. Saya sedang mengulang kisah perkawinan ayah dan ibu,  mengulang kembali ketidakbahagiaan dalam perkawinan mereka. Tiba-tiba kesadaran saya muncul...

Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku, Romy, dan teringat akan ayah yang tidak mendapat apa yang dia butuhkan dalam perkawinannya karena waktu ibu habis untuk membersihkan rumah sedangkan hal yang dibutuhkan ayah hanya menemaninya. Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga adalah cara ibu dalam mempertahankan perkawinan. 
Ia memberi ayah sebuah rumah yang bersih namun ibu jarang menemani ayah. Ia berusaha mencintai ayah dengan caranya.

KESADARAN MEMBUAT SAYA MEMBUAT KEPUTUSAN

Saya duduk di sisi suami, menemaninya mendengar musik. Beberapa waktu kemudian, saya bertanya pada suamiku, "RomApa yang kau butuhkan?"

"Ling, Aku membutuhkanmu untuk menemaniku. Rumah kotor sedikit tidak apa-apa. Yang paling kuharapkan adalah kau bisa lebih sering menemaniku." ujar suamiku. 

_Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan. Hasil percakapan malam itu benar-benar membuat saya terkejut. Baru saya sadari ternyata kami telah banyak mencintai dengan sia-sia. Kami memiliki cara masing-masing, merasa mencintai namun, bukannya cara yang diinginkan pasangannya._

Sejak itu, saya membuat selembar daftar kebutuhan suami, dan meletakkannya di atas meja. Begitu juga suamiku, dia membuat selembar daftar kebutuhanku. Puluhan kebutuhan yang panjang dan jelas. 
Misal: Waktu senggang, menemani pasangan mendengar musik, berpelukan setiap pagi, memberi sentuhan, selamat jalan bila berangkat, dstnya.

Beberapa hal cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yang sulit.  Misal: "Dengarkan saja aku, jangan memberi komentar". Ini adalah kebutuhan suami. Rupanya saat saya memberinya usul, dia merasa tampak seperti orang bodoh. Lalu saya berhenti memberikan usul, mendengarkannya dengan serius, kecuali dia bertanya. 

Bagi saya ini sebuah jalan yang sulit dipelajari, namun jauh lebih bermakna dalam pernikahan kami. Ternyata bertanya pada pasangan kita, *"Apa yang kau inginkan?" dapat menghidupkan pernikahan.*

Kini, saya tahu kenapa perkawinan ayah dan ibu tidak bahagia, *MEREKA MENGGUNAKAN CARA SENDIRI DALAM MENCINTAI PASANGANNYA, BUKAN MENCINTAI PASANGANNYA DENGAN CARA YANG DIINGINKAN PASANGANNYA*. 

Allah telah menciptakan perkawinan, maka menurut saya, *SETIAP ORANG LAYAK MEMILIKI SEBUAH PERKAWINAN YANG BAHAGIA, dengan cara yang tepat, menjadi orang yang dibutuhkan oleh pasangan kita!*

Valentine adalah salah satu kesempatan untuk bertanya dan melakukan yang dibutuhkan dari pasangan (dan anggota keluarga).

Sumber : Marriage Rebuilders