Apakah pengalaman orang tua di masa awal kehidupan dapat memengaruhi kepribadian anak-anak mereka? Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Developmental psychobiology menunjukkan hal tersebut.
Empat puluh tikus betina ditempatkan dalam empat kelompok yang berbeda setelah penyapihan. Satu kelompok dibesarkan secara normal sebagai kelompok pengontrol atau yang dijadikan patokan, kelompok kedua dibesarkan dengan mengalami stres, kelompok ketiga dibesarkan dengan kasih sayang yang berlebihan, dan kelompok keempat mendapatkan keduanya baik stres maupun kasih sayang yang berlebihan.
Kemudian keturunan dari keempat-puluh tikus betina tadi ditempatkan dalam dua kelompok untuk memeriksa efek "terapi": satu kelompok dibiarkan tumbuh normal, dan kelompok lainnya diberikan kasih sayang yang berlebih.
Keturunannya diukur dalam kaitannya dengan tingkat kecemasan interaksi sosial, kemampuan untuk belajar, dan kapasitas untuk mengatasi ketakutan.
Dan ditemukan bahwa ibu tikus yang mengalami stres menghasilkan keturunan dengan tingkat interaksi sosial yang lebih rendah, namun dengan kemampuan lebih tinggi untuk belajar menghindari bahaya. Beberapa, tetapi tidak semua, keturunan dari ibu tikus kelompok empat, yaitu yang mengalami stres dan kasih sayang, juga menunjukkan efek negatif.
Namun keturunan yang diberikan kasih sayang ternyata mampu mengimbangi efek negatif yang diwarisi dari ibu mereka. "Studi kami menunjukkan bahwa efek stres yang diwarisi dari orang tua, ternyata dapat diminimalisir, tergantung dari pendidikan dan kasih sayang yang diberikan terhadap sang anak," kata Dr Mikha Leshem dari Universitas Haifa, Israel, dalam siaran pers.
Penelitian ini menggunakan tikus karena mereka selain memiliki banyak sifat yang menyerupai manusia, mereka memiliki tingkat reproduksi yang pesat dan cepat, sehingga membantu dalam penelitian lintas generasi. "Namun penelitian ini menimbulkan pertanyaan lagi, apakah efek yang sama mungkin terjadi pada manusia, misalnya perang atau bencana alam mungkin memiliki efek yang diwariskan. Hal ini penting untuk terus diselidiki apakah stres pada usia muda memengaruhi generasi berikutnya, dan apakah pengalaman terapi dapat meminimalkan efek trans-generasi pada manusia juga," jelas Leshem.
[Evelyn So, Singapore]
Empat puluh tikus betina ditempatkan dalam empat kelompok yang berbeda setelah penyapihan. Satu kelompok dibesarkan secara normal sebagai kelompok pengontrol atau yang dijadikan patokan, kelompok kedua dibesarkan dengan mengalami stres, kelompok ketiga dibesarkan dengan kasih sayang yang berlebihan, dan kelompok keempat mendapatkan keduanya baik stres maupun kasih sayang yang berlebihan.
Kemudian keturunan dari keempat-puluh tikus betina tadi ditempatkan dalam dua kelompok untuk memeriksa efek "terapi": satu kelompok dibiarkan tumbuh normal, dan kelompok lainnya diberikan kasih sayang yang berlebih.
Keturunannya diukur dalam kaitannya dengan tingkat kecemasan interaksi sosial, kemampuan untuk belajar, dan kapasitas untuk mengatasi ketakutan.
Dan ditemukan bahwa ibu tikus yang mengalami stres menghasilkan keturunan dengan tingkat interaksi sosial yang lebih rendah, namun dengan kemampuan lebih tinggi untuk belajar menghindari bahaya. Beberapa, tetapi tidak semua, keturunan dari ibu tikus kelompok empat, yaitu yang mengalami stres dan kasih sayang, juga menunjukkan efek negatif.
Namun keturunan yang diberikan kasih sayang ternyata mampu mengimbangi efek negatif yang diwarisi dari ibu mereka. "Studi kami menunjukkan bahwa efek stres yang diwarisi dari orang tua, ternyata dapat diminimalisir, tergantung dari pendidikan dan kasih sayang yang diberikan terhadap sang anak," kata Dr Mikha Leshem dari Universitas Haifa, Israel, dalam siaran pers.
Penelitian ini menggunakan tikus karena mereka selain memiliki banyak sifat yang menyerupai manusia, mereka memiliki tingkat reproduksi yang pesat dan cepat, sehingga membantu dalam penelitian lintas generasi. "Namun penelitian ini menimbulkan pertanyaan lagi, apakah efek yang sama mungkin terjadi pada manusia, misalnya perang atau bencana alam mungkin memiliki efek yang diwariskan. Hal ini penting untuk terus diselidiki apakah stres pada usia muda memengaruhi generasi berikutnya, dan apakah pengalaman terapi dapat meminimalkan efek trans-generasi pada manusia juga," jelas Leshem.
[Evelyn So, Singapore]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar